Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Jalan-jalan di Jogja




Awalnya aku, Reza, mama dan papa berencana ke Salatiga untuk mengikuti acar Fstival Pendidikan Rumah (fersper). Di sana ada puluhan keluarga homescholing berkumpul. Aku dan Reza memang baru menjalankan kegiatan homeschooling. Acara Fesper ini akan sangat membantu aku dan reza agar sukses menjalankan program ini.
            Kami sekeluarga pergi ke Solo menaiki kereta api selama 7 jam. Ini pengalaman pertamaku ke jawa menaiki kereta api. Di Solo, kami diantar salah seorang teman papa dan mamaku sampai ke Salatiga.
            Di sana, aku dan teman-temanku yang sudah remaja diajari cara menanam cangkok. Lalu ada seorang petani kopi mengajarkan cara membuat kopi. Aku dan teman-temanku diajak memasak kopi dengan gerabah. Hmm... wangi khas kopi menguar dan membuatku ingin segera mencicipinya.
            Kami bermalam di tenda. Malam itu hujan turun deras. Ini kali pertama aku tidur di tenda dengan air menetes di atap tenda, hahaha.  Besoknya  kami bermain permainan tradisional. Aku jadi nostalgia, teringat waktu aku masih SD suka main permainan tersebut bersama teman-temanku ;).
            Setelah acara selesai , baru kami sekeluarga melanjutkan perjalanan ke Jogja.

Candi Borobudur

Kami diantar ke candi borobudur oleh teman papa dan mamaku yang waktu di Solo mengantar kami ke Salatiga. Sepanjang perjalanan, aku tak melihat ada sampah berantakan di pinggir jalan dan jalan rusak. Berbeda sekali dengan Bandung, tempat tinggalku.
Sekitar jam 4 sore, kami sudah sampai di candi. Kami sekeluarga berjalan masuk lewat gerbang, lalu membeli tiket, dan masuk ke sebuah lapangan rumput yang luas sekali. Saat itu aku melihat ada event olahraga di lapangan rumput itu. Kami berjalan lagi mendekati candi borobudur yang lumayan jauh. Ketika kami sudah cukup dekat, aku terkejut. Ternyata candi borobudur besar sekali! Aku kira tingginya paling 20 meter. Ternyata aslinya 35 meter! Hahaha...
Sebelum masuk ke candi, di pinggir jalan orang-orang berkumpul mengambil sebuah kain batik berwarna biru. Lalu aku mendengar dari petugas bahwa kalau mau masuk candi, harus pakai kain batik dulu di pinggang. Aku, Reza, Papa, dan mama mengambil masing-masing satu  dan memakaikan batik itu hingga menutupi atas lutut.
Kami berjalan bersama rombongan lain ke candi borobudur yang terlihat megah. Sampai disana, aku melihat kalau seluruh bangunan itu terbuat dari batu, seperti yang aku dengar dari teman-temanku yang pernah ke sana. Aku juga heran, bangunan ini kan dibuat berabad-abad yang lalu. Bagaimana orang tanpa kontraktor atau alat-alat bangunan lainnya, bisa membuat bangunan sebesar itu. Pasti mereka bertahun-tahun bisa menyelesaikan candi ini.
Kemudian kami naik masuk ke candi melewati tangga yang tinggi dan cukup curam. Baru beberapa anak tangga yang kulewati, aku mulai keringatan. Hawa di sini sangat panas. Sama seperti di rumah nenek aku di padang( Aku tiba-tiba mengingat waktu aku ke rumah nenek. Karena aku kepanasan, aku segera mandi. Waktu keluar dari kamar mandi, tubuhku sudah keringatan lagi-_-“).
Candi itu dibagi tiga tingkatan. Di tingkat bawah, aku sekeluarga berjalan-jalan di sekitar candi. Lalu kami naik ke tingkat kedua. Ada orang bule sedang mendengar penjelasan seorang pemandu lokal. Kulihat baju semua orang di dalam candi basah gara-gara keringat. Sore ini matahari memang bersinar sangat terik. Rasanya seperti siang bolong di Bandung.
Aku naik lagi ke tingkat tiga. Dari sana aku bisa melihat pemandangan kota jogja yang hijau. Ada tulisan ‘dilarang duduk’ dan ‘dilarang memanjat’ di patung dan batu-batu di sana. Tapi tetap saja orang-orang duduk dan memanjat.
Setelah puas melihat-lihat dan berfoto, kami turun lewat tangga yang berbeda dari tangga yang pertama kami naiki. Kami keluar gerbang dan naik mobil lagi menuju hotel.

Gudeg dan Taman Pintar

            Paginya matahari bersinar cerah. Rasanya bersemangat sekali untuk jalan-jalan mengelilingi jogja. Mama bilang, tempat tujuan pertama adalah makan gudeg. Ya, gudeg itu kan makanan khas jogja. Jadi tidak lengkap rasanya kalau tidak makan gudeg di tempat ini.
            Kami ke tempat makan gudeg dengan kereta kuda atau andong. Sepatu kuda yang berjalan menciptakan ketukan teratur. Karena aku sangat suka musik, aku langsung saja menyanyi mengikuti ketukan itu. Begini lagunya:
            Pada hari Selasa kuajak keluarga ke kota
            Naik delman istimewa kududuk di belakang
            Kududuk samping papaku yang sedang melamun
            Yang bau badannya dan bau jigongnya, hey!
Papaku langsung protes mendengar laguku. Hahaha...!
            Tempat makan itu namanya Yu Jim. Jujur saja, dari dulu aku tidak suka gudeg. Rasanya aneh. Tapi waktu aku mencicipi di tempat makan itu, aku langsung suka!
            Kemudian kami naik andong ke Taman Pintar Jogja. Di sana kami harus bayar. Aku lupa lagi harganya berapa. Tapi yang jelas harga tiket dewasa dan anak-anak berbeda.
            Pertama aku mendatangi ruangan yang menjelaskan sejarah Indonesia. Foto presiden Indonesia pertama sampai terakhir di pajang besar-besar di dinding. Lalu ada video tentang sejarah presiden-presiden itu.
            Setelah itu ada ruangan yang menjelaskan zaman purbakala, otomotif, pahlawan-pahlawan negara, dan banyak lagi. Tapi menurutku ruangan yang paling mengesankan adalah ruanag Sains. Wuiih... desainnya ruangannya sangat keren. Aku memang suka sains. Tapi yang aku suka cuma hal-hal yang berkaitan dengan E=mc^2 Einstein, angka Fibonacci, ilusi optik, dan dark hole. Dan tempat ini benar-benar mengulas segala yang aku ingin ketahui. Tempat terkeren yang pernah aku datangi!

Keraton

Jogja juga terkenal dengan keratonnya. Jadi kami sekeluarga setelah itu mengunjungi keraton dengan becak. Udara semakin panas. Adikku mengeluh terus sepanjang perjalanan.
            Sesampainya di halaman keraton kami disuguhi pertunjukkan gamelan dan nyanyian para sinden. Kami duduk di kursi yang telah disediakan. Ada beberapa orang bule yang duduk juga. Sambil mendengarkan musik itu, papa menceritakan pengalamannya waktu sedang kemah di hutan terpencil bersama teman-temannya sewaktu SMA. Saat itu terdengar suara gamelan dari kejauhan. Besoknya papa dan teman-temannya bertanya ke penduduk sekitar, apakah mereka memang sedang mengadakan pertunjukan gamelan. “Tidak, kok,” jawab salah satu penduduk. Lalu mereka bilang kalau dua hari yang lalu memang ada sinden bunuh diri di desa itu. Hiiii....!
            Selanjutnya kami berjalan-jalan ke dalam bangunan keraton. Ada beberapa benda antik yang ditaruh di dalam rak kaca. Benda-benda itu ada yang dikirim dari Perancis sebagai hadiah untuk kerajaan keraton.
              
Parangtritis yang Indah

            Jam tiga sore. Kami naik bus ke tujuan terakhir kami, pantai Parangtritis. Adikku sejak di hotel sudah mempersiapkan baju ganti karena dia akan bermain air di laut. Aku yang tak mau ribet mandi dan ganti baju setelah main air, memilih duduk saja di pasir pantai.
            Ternyata dari keraton ke pantai jauh juga. Sekitar satu jam baru sampai. Belum lagi hawa yang panas dan tidak ada AC di bus, jadi aku tidur sambil menahan gerah.
            Bus berhenti tidak tepat di depan pantai, tapi di prumahan warga. Kami berjalan kaki melewati rumah-rumah, baru sampai ke pantai. Panti parangtritis ini menurutku mirip dengan pantai Air Manis di Padang, tempat Malin Kundang jadi batu. Pantainya luas dan datar, sehingga ombak yang menyembur tidak terlalu besar.
            Adikku berteriak senang lalu langsung mendekati ombak yang datang. Bajunya langsung basah kuyup. Aku, Mama, dan Papa duduk saja di pasir yang agak jauh dari ombak, suapaya tidak kecipratan air. Angin berembus kencang, membuat kerudungku berantakan.
            Jam 6 sore, kami pulang dengan bus lagi sampai hotel. Adikku sempat protes karena dia masih ingin bermain air. Tapi papaku bilang bus terakhir datang jam 6 sore.
            Kami sampai hotel, tidur, dan esok  paginya pergi ke stasiun kereta api untuk kembali ke Bandung. Perjalanan yang menyenangkan!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar